Sabtu, 26 Februari 2011

Kasus Computer Crime / Cyber Crime

Kebutuhan akan teknologi Jaringan Komputer semakin meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui Internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga cyberspace, apapun dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatif pun tidak bisa dihindari. Tatkala pornografi marak di media Internet, masyarakat pun tak bisa berbuat banyak.

Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang disebut dengan "CyberCrime" atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya beberapa kasus "CyberCrime" di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain (berdasarkan makalah Pengamanan Aplikasi Komputer Dalam Sistem Perbankan dan Aspek Penyelidikan dan Tindak Pidana). Adanya CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet dan intranet.

Mengacu pada kasus - kasus CyberCrime yang tercatat banyakk terjadi oleh National Consumer League (NCL) dari Amerika yang cepat atau lambat menular ke Indonesia, sebagai berikut :

1. Penipuan Lelang On-line

a. Cirinya harga sangat rendah (hingga sering sulit dipercayai) untuk produk - produk yang yang diminati, penjual tidak menyediakan nomor telepon, tidak ada respon terhadap pertanyaan melalui email, menjanjikan produk yang sedang tidak tersedia.

Resiko Terburuk adalah pemenang lelang mengirimkan cek atau uang, dan tidak memperoleh produk atau berbeda dengan produk yang diiklankan dan diinginkan.

b. Teknik Pengamanan yang disarankan adalah menggunakan agen penampungan pembayaran (escrow accounts services) seperti www.escrow.com dengan biaya sekitar 5% dari harga produk. Agen ini akan menyimpan uang Pembeli terlebih dahulu dan mengirimkannya ke penjual hanya setelah ada konfirmasi dari Pembeli bahwa barang telah diterima dalam kondisi yang memuaskan.

2. Penipuan Saham On-line

a. Cirinya tiba - tiba Saham Perusahaan meroket tanpa info pendukung yang cukup.

Resiko Terburuk adalah tidak ada nilai riil yang mendekati harga saham tersebut, kehilangan seluruh jumlah investasi dengan sedikit atau tanpa kesempatan untuk menutup kerugian yang terjadi.

b. Teknik Pengamanan antara lain www.stockdetective.com punya daftar negatif saham - saham.

3. Penipuan Pemasaran Berjenjang On-line

a. Berciri mencari keuntungan dari merekrut anggota, menjual produk atau layanan secara fiktif.

Resiko Terburuk adalah ternyata 98% dari investor yang gagal.

b. Teknik Pengamanan yang disarankan adalah jika menerima junk mail dengan janji yang bombastis, lupakan saja dan hapuslah pesan itu.

4. Penipuan Kartu Kredit (kini sudah menular di Indonesia)

a. Berciri, terjadinya biaya misterius pada tagihan kartu kredit untuk produk atau layanan Internet yang tidak pernah dipesan oleh kita.

Resiko Terburuk adalah korban bisa perlu waktu yang lama untuk melunasinya.

b. Teknik Pengamanan yang disarankan antara lain gunakan mata uang Beenz untuk transaksi online, atau jasa Escrow, atau jasa Transfer Antar Bank, atau jasa Kirim Uang Western Union, atau pilih hanya situs - situs terkemuka saja yang telah menggunakan Payment Security seperti VeriSign.


sumber :

http://yogyacarding.tvheaven.com/cyber_crime_tugas_besar_dunia_ti_indonesia.htm

Jumat, 25 Februari 2011

Kode etik profesional dan prinsip etika

KODE ETIK PROFESIONAL

Kode etik sendiri awalnya berawal dari CODE dan ETHICS. Menurut Arthur S. Reber & Emily Reber, Code is a set of standards of rules for cunduct, sedangkan Ethics is a branch oh philosophy concerned with that which is deemed acceptable in human behavior with what is good or bad, right or wrong in human conduct in pursuit of goals and aims. JP Chaplin, Phd mengatakan bahwa Code is standard of conduct.

Dalam menjalankan suatu profesi tertentu, seseorang diharuskan mengikuti etika yang diatur dalam kode etik profesi tersebut. Apakah itu psikolog, dokter, insinyur, ekonom, advokat dan sebagainya hendaknya dalam menjalankan profesi tetap memperhatikan kode etik.

Dalam pengertian Etik, maka hal ini dapat diartikan sebagai seperangkat prinsip nilai yang menjadi pedoman bagi komunitas tertentu (praktisi profesional).
Kadang-kadang etik ini dikaitkan juga dengan Moral. Moral sendiri merupakan suatu kerangka nilai yang bersifat umum yang tidak tertulis, namun disepakati sebagai acuan dalam berperilaku dan berinteraksi.

Suatu profesi yang baik biasanya memiliki kode etik. Prinsip utama etik meliputi Dignity, Equitability, Prudence, Honesty, Openness, Goodwill. Pelanggaran kode etik memberikan suatu konsekuensi yang berat seperti kemungkinan untuk dikeluarkannya seseorang dari komunitas profesi tersebut sehingga dapat dikatakan orang tersebut mati secara profesi dan seorang profesional sangat menghindari hal ini
.

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.

Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.

Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena paksaan. Dengan demikian tenaga profesional merasa bila dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dia sendiri.

Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Misalnya kode etik tentang euthanasia (mati atas kehendak sendiri), dahulu belum tercantum dalam kode etik kedokteran kini sudah dicantumkan.

PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI

1. Tanggung jawab

Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya

Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.

2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.

3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya.

SYARAT-SYARAT SUATU PROFESI :

- Melibatkan kegiatan intelektual.

- Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.

- Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.

- Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.

- Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.

- Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.

- Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

- Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

Sumber :

http://yondra0765.blogspot.com/2009/05/kode-etik-dan-profesi.html

http://etikaprofesidanprotokoler.blogspot.com/2008/03/prinsip-prinsip-etika-profesi.html

Jumat, 11 Februari 2011

Ciri Khas Profesi dan Profesionalisme

PROFESI DAN PROFESIONALISME

A. Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi:

  1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktek.
  2. Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.
  3. Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
  4. Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.
  5. Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
  6. Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
  7. Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
  8. Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
  9. Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
  10. Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
  11. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.

B. PENGERTIAN PROFESIONALSME

Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian kwalitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”. Profesionalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau
sebagai sumber penghidupan.

Disamping istilah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi. Profesi sering kita artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession yang berasal dari perbendaharaan Angglo Saxon tidak hanya terkandung pengertian “pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan”.
Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsure keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi “profesional”. Kedua-duanya harus menyatu.

C. CIRI-CIRI PROFESIONALISME

Di bawah ini dikemukakan beberapa ciri profesionalisme :

1. Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect result), sehingga kita di tuntut untuk selalu mencari peningkatan mutu.

2. Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.

3. Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas atau putus asa sampai hasil tercapai.

4. Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh “keadaan terpaksa” atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup.

5. Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan fikiran dan perbuatan, sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi.

Ciri di atas menunjukkan bahwa tidaklah mudah menjadi seorang pelaksana profesi yang profesional, harus ada kriteria-kriteria tertentu yang mendasarinya. Lebih jelas lagi bahwa seorang yang dikatakan profesional adalah mereka yang sangat kompeten atau memiliki kompetensikompetensi tertentu yang mendasari kinerjanya.

D. KODE ETIK PROFESI
Kode yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis.
Kode etik yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja.
MENURUT UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN)
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah SUMPAH HIPOKRATES yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter.
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri.
Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus
dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode
etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari
profesi.
Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.

sumber :

http://obyramadhani.wordpress.com/2010/02/26/bab-2-pengertian-profesi-dan-profesionalisme/

http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi